Kritik & saran positif silakan di email abd.kholik99@gmail.com / abdul@akplawyer.com

Senin, 27 Januari 2014

Tips Menghadapi Debt Collector

Utang piutang adalah termasuk hukum perdata.Anda tidak bisa masuk penjara gara-gara hukum perdata. Ke pengadilan pun mungkin, tapi kursinya masih empuk. Hakim akan mengarahkan upaya mediasi. Sudah, tidak ada hukumannya. Beda kalau pidana. Pidana perampasan hukumannya berapa tahun, penipuan hukumannya berapa tahun. Semuanya jelas. Perdata itu tidak ada hukumannya, ya paling-paling diupayakan mediasi. Intinya ditanya, maunya kapan bayar. Gitu saja.

Kesalahan Bank vs Kesalahan Nasabah
Kalau kita menulis di atas kertas putih, kesalahan bank dan kesalahan nasabah, banyak yang mana? Pasti banyak salahnya bank. Salahnya nasabah itu cuma 2. Yang pertama telat bayar. Yang ke 2 nggak bayar. Gitu aja kan? Salahnya bank banyak. Contoh, kita ngomong perjanjian fidusia. Fidusia adalah harta yang bergerak. Seringkan ada kejadian, orang nyicil sepeda motor sudah 1 tahun atau 2 tahun, pada saat cicilannya kurang 1 tahun lagi. Lantas saat orang ini nggak bayar, motornya disita di jalan. Pernah seperti itu kan ? Ya, sering terjadi seperti itu. Padahal, kalau motor kita diambil di tengah jalan, itu bukan penyitaan. Itu perampasan.

Kita akan bicara sedikit tentang perjanjian fidusia. Di KUH-Perdata, pada bagian hukum utang piutang, perjanjian fidusia itu ada satu syaratnya. Bila ada perjanjian fidusia maka penandatanganan kontrak harus di hadapan notaris dan isi perjanjian harus dibacakan. Pertanyaan saya, apakah ketika Anda kredit sepeda motor atau mobil harus pergi ke notaris ? Tidak.Tidak ya sudah kan. Berarti apa? Batal demi hukum.

Satu hal penting yang harus Anda ngerti, dalam kasus kredit motor, yang Anda tandatangani itu perjanjian pengurusan fidusia, bukan perjanjian fidusia-nya. Ingat, hanya perjanjian pengurusan fidusia. Jadi ibaratnya, kalau Anda ada apa-apa sehingga gagal bayar, Anda memberi kuasa pihak bank untuk mengurusi fidusia. Jadi begini, kalau aturan main fidusia yang bener, ketika akad kredit Anda langsung ke notaris. Ya, seperti KPR (kredit pemilikan rumah). Isi perjanjian kredit dibacakan. Lantas ditanyakan pada kedua belah pihak, ada yang keberatan tidak? Nah, notaris ini akan mendaftarkan perjanjian ini menjadi sertifikat fidusia. Dengan demikian, ketika debitur gagal bayar, hak untuk menyita menjadi sah walaupun tetap lewat mekanisme pengadilan.

Tapi kalau lewat perjanjian fidusia, yang Anda tangani ada-lah surat penyerahan atau kuasa kepada bank untuk mengurus sertifikat fidusia. Jadi kalau Anda gagal bayar, usahanya lagi macet, bank akan pakai surat pernyataan Anda untuk mengurus sertifikat fidusia.

Masalahnya, seringkali kita tidak mau Baca isi perjanjian yang ditandatangani saat mau kredit mobil atau motor. Keburu pingin naik motor baru atau mobil baru kan? Itulah kelemahan nasabah. Padahal, surat perjanjian itu ditulis sepihak. Perjanjian yang ditulis sepihak itu adalah termasuk dalam kausulat baku. Contohnya, di toko kelontong ada tulisan "barang yang sudah dibeli tidak'boleh dikembalikan': Itu adalah perjanjian sepihak. Di karcis parkir, tertulis, "kendaraan atau barang-barang hilang bukan tanggung jawab kami". Itu adalah perjanjian sepihak. Semua itu termasuk kausulat baku.

Sita Jaminan, Prosesnya Lama
Banyak nasabah kredit yang terlalu takut kena sita jaminan, sehingga posisinya sangat lemah ketika berurusan dengan bank. Sudah kondisi bisnisnya sedang terpuruk, mereka tak punya posisi tawar untuk bisa bernegosiasi dengan bank. Mengapa? Mereka takut jaminannya segera disita.

Padahal, sita jaminan itu prosesnya sangat panjang. Misalkan saja Anda punya KPR. Kalau Anda nggak mampu bayar cicilan utang, bukan berarti langsung bisa disita. Prosesnya lama, mesti lewat mekanisme pengadilan dulu. Berarti tidak langsung dikosongkan. Kalau ada surat kuasa dari pengadilan, barulah secara hukum memang harus dikosongkan. Yang berhak mengosongkan bukan polisi, bukan juga pengacara. Tapi pengadilan.

Proses eksekusi sita jaminan itu lama, dan prosesnya tidak segampang itu. Kadang-kadang, menyita rumah walaupun sudah ada putusan tetap dari pengadilan, masih menghadapi perlawanan. Sering kita lihat di televisi orang gusur-menggusur sampai ricuh nggak karuan. Pihak-pihak yang bersengketa pakai jasa preman segala.

Makanya, kalau benar-benar nggak bisa bayar cicilan utang, jangan mau menandatangani apapun. Apalagi yang namanya penyerahan aset. Kalau Anda tanda tangan itu kan namanya Anda menyerah. Kalau Anda fight, nggak bakalan lama mungkin ada solusi yang sifatnya win-win.

Pada KTA, Bank Tidak Boleh Menyita Aset yang Lain
Pada kredit tanpa agunan, bank tidak boleh menyita aset yang lain. Contoh: Anda punya rumah 1 miliar. Terus Anda punya utang kartu kredit 1 miliar. Bank tidak boleh menyita rumah. Kartu kredit ya urusannya kartu kredit, rumah urusan lain. Tidak boleh disita, kecuali Anda menandatangani surat pernyataan. Saya tegaskan di sini, ketika Anda jatuh, satu hal, jangan tanda tangan apapun. Bahaya. Karena apa? Biasanya yang disodorkan adalah surat penyerahan aset. Itu bahaya. Inilah yang tidak diajarkan mentor-mentor lain. Masalahnya, para mentor ngajarinnya ke atas terus. Naik terus. Ketika jatuh, terjun bebas, nggak tahu harus bagaimana. Ada yang bilang, kita harus positive thinking saja. Positive thinking bapak moyang elu, karena ada antrean orang mau ngegebukin kita. Jadi ketika bisnis Anda jatuh, jangan tanda tangan apapun. Bahaya, jadi cukup diam saja.

Debt Collector Cuma Buat Menggertak
Sekarang banyak kejadian, kenapa kalau tidak bayar tagihan kok yang datang debt collector? Betul, semua itu cuma buat nakut-nakuti. Karena hukumnya nggak jelas, ya kan? Itu tidak ada hukumnya. Visa dan Master Card itu ada program keringanan-keringanan yang diberikan ketika terjadi masalah dengan keuangan kita, akan tetapi bank penerbit kartu selalu bilang tidak ada. lni termasuk salah satu pembodohan masyarakat.

Menghadapi Debt Collector
Kalau ada debt collector yang datang, temui saja baik-baik. Bilang saja Anda sanggup bayar. Kata kuncinya, "Tidak sekarang dan tidak segitu". Misalkan utang Anda 10 juta, plus bunga dan denda setahun maksimal 25 juta. Bilang saja, Anda mau bayar 5 juta. Kalau tidak mau ya sudah.

Cara menghadapi debt collector itu ada 2 cara, mau langsung kasar-kasaran atau penyelesaian secara baik-baik. Semua tergantung mental Anda. Satu hal yang harus kita pegang, debt collector itu sebenarnya melanggar hukum. Jadi tenang saja. Kalau dia mengancam mau sita ini sita itu, dipersilakan saja. Yang penting, dia harus tanda tangan. Nah, berikutnya gantian Anda yang mengancam akan dilaporkan ke polisi. Soalnya, yang berhak menyita itu bukan dia, tetapi pengadilan.

Bagaimana caranya kalau main lembut? Ya sudah, kalau debt collector-nya datang, hadapi dengan ramah. Kalau Anda marah-marah, dia sudah siap. Ketika dia mengetuk pintu rumah Anda, dia sudah siap menghadapi orang marah-marah. Jadi, bersikaplah lembut dan baik.

Setelah perkenalan basa-basi, dia akan minta Anda membayar utang. Bilang saja kalau memang benar-benar tidak ada uang. "Waduh, bener-bener nggak ada deh Pak. Sekarang begini saja, kalau 50 ribu sih saya ada, tapi ini untuk bapak saja deh. Kalau utang saya yang ke bank, saya tetap masih sanggup membayar. Walaupun tidak sekarang, dan jumlahnya tidak segitu. Soalnya, kondisi saya memang sudah nggak punya apa-apa."

Itu cara gampangnya kan. Sentuhlah sisi kemanusiaannya. Mainkan aspek psikologisnya.

Debt collector itu kan juga manusia. Kalau ada customer yang marah-marah, dia pasti stres juga. Apalagi kalau kita mau kasih tips sama dia. Nah, kalau ada yang baik dan pengertian, pasti dia juga akan baik. Kalau pun orang jahat, kalau kita kasih yang baik, lama-lama juga akan baik sama kita. Begitu kan? Kalau Anda begitu terus, paling-paling 2-3 bulan lagi debt collector itu malah bisa jadi teman Anda. Itu kalau mau baik-baikan.

Lantas kalau mau main kasar? Nggak peduli badannya gede dan bertato, ngomong aja begini, "Sudahlah, saya juga ngerti hukum. Saya tahu konsekuensinya. Daripada Anda susah-susah datang ke sini nggak ada hasil, begini saja. Kalau memang saya merugikan bank, silakan saja tuntut ke pengadilan. Saya tunggu gugatan Anda. Nggak usahlah pakai teror kayak gini. Kalau memang saya salah, laporkan polisi saja. Saya tunggu."

Polisi Dilarang Mengurusi Utang Piutang
Memangnya mereka bisa melaporkan ke polisi ? Bisa saja. Lantas polisinya datang. Anda tanyai siapa namanya, jabatannya, nomor registrasinya, dan dari bagian apa. Catat semua itu. Lantas Anda tanya dia, Anda polisi kan, Pak? Lho, polisi kok ngurusi utang-piutang?"

Betul, aparat kepolisian tidak boleh mengurusi utang piutang. Jadi jangan takut dilaporin polisi. Aparat tidak boleh mengurusi utang piutang. Jadi kalau Anda tidak bayar kemudian banknya atau debt collector-nya ngomong "Tak laporin polisi lho Pak", mesti Anda jawab,"Monggo, silahkan saja. Lebih cepat lebih baik."Lantas polisinya datang, otomatis utang Anda lunas.Ya kan? Polisi kan nggak boleh ngurusi utang. Lha kok kamu ngurusi, sapa hayo, namamu sapa? Beres sudah. Kalau dia mau menyita barang, silakan saja. Ambil saja. Nggak apa-apa. Nanti, pasalnya adalah perampasan. Sudah deh, pasti dia takut.

Debt Collector Mengincar Sisi Psikologis Anda
Ada juga cara lain, di mana debt collector mengincar sisi psikologis Anda dan keluarga. Kalau mereka gagal menakut-nakuti Anda, mereka akan menakut-nakuti istri Anda, keluarga Anda, orang tua Anda. Nah, Anda harus mengkondisikan seluruh keluarga besar agar tidak mempan diteror debt collector.

Lantas, saudara tidak serumah yang dulu didaftarkan waktu apply kartu kredit pasti akan dihubungi. Minta saja famili itu berkata kepada si debt collector, "Lho, Anda ini siapa? Waktu daftar kartu kredit itu nggak ada kamu, kok sekarang ada kamu? Urusan mu apa? Nggak bisa seperti ini. Bukan gitu caranya."

Kalau mau cara gampangnya, kalau Anda nggak mau ribut-ribut sama debt collector, bagaimana caranya? Begini saja, ketika Anda ada masalah apa-apa hubungilah lembaga perlindungan konsumen. Cari di kota Anda yang namanya lembaga perlindungan konsumen. Di sana bilang aja, "Saya punya utang nggak bisa bayar." Nanti Anda akan dikasih surat kuasa. Anda cuma bayar surat kuasanya aja. Jadi Anda nanti punya surat kuasa, difotokopi yang banyak, kemudian kalau ada debt collector datang, Anda bilang semua urusannya sudah dialihkan di sini. Sudah tak limpahkan ke sini.

Pokoknya, kalau ada debt collector datang, Anda mesti tenang. Jangan mudah ditakut-takuti, jangan mudah diteror. Soalnya, semua itu melanggar hukum. Cuma, saya perlu tekankan di sini, jangan ngemplang. Tips dan trik di atas hanya berlaku saat Anda benar-benar tidak mampu bayar utang. Jangan pernah ngemplang atau berniat ngemplang. Kenapa? Saya percaya hukum karma. Anda hari ini ngemplang, besok-besok Anda pasti ke kemplang. Hari ini Anda mencurangi orang, besok—besok Anda pasti dicurangi orang.

Kita juga pasti bayar, tapi tidak sekarang dan juga tidak segitu.

Minta Bantuan ke Lembaga Perlindungan Konsumen
Kalau Anda masih juga takut menghadapi debt collector datangi saja lembaga perlindungan konsumen. Minta bantuan gimana enaknya. Atau ke datangi saja LBH (Lembaga Bantuan Hukum). Dari situ juga saya punya pengacara langganan yang spesialisnya di bidang perbankan.

Kata kunci dalam financial recovery adalah "tidak sekarang dan tidak segitu". Apa maksudnya? Sebagai nasabah, Anda tinggal bilang, "Oke, saya mau membayar, tapi tidak sekarang. Saya sanggup membayar, tapi jumlahnya tidak segitu." Kemudian, ujung-ujungnya adalah negosiasi.

Jadi, segala masalah ada solusinya. Kalau nggak bisa bayar utang, jangan khawatir. Semua bisa diatur. Tapi, jangan pernah berniat ngemplang. Semua trik itu hanya berlaku ketika kita sungguh-sungguh bangkrut. Sudah nggak bisa bayar. Kalau punya kartu kredit, kalau Anda memang nggak mampu bayar, ya nggak usah dibayar. Apalagi sampai mikirin bunga yang berbunga lagi, plus denda yang juga berbunga lagi.

Pustaka - Tips Menghadapi Debt Collector

Credit Card Revolution oleh Roy Shakti

Tidak ada komentar:

Posting Komentar